Senin, 13 April 2015

Meminggirkanmu



Aku memutuskan meminggirkanmu.
Meminggirkanmu dari hatiku, pikiranku, dan kehidupanku.
Sekalipun luka yang kau toreh tak akan pernah sembuh.
Tapi beginilah aku dalam menjalani hidup.
Aku tak ingin terbelenggu oleh kamu dan kenangan tentangmu.
Aku mau sembuh, aku tak ingin ketergantungan padamu.
Karena semakin hari aku semakin sakit saja.
Tak pernah terlihat mata, tapi bisa dirasakan hati.
Ini membuatku muak..
Lihatlah kita sudah tak lagi sejalan,
kamu dengan pikiranmu dan aku dengan pikiranku.
Tak ada yang mau mengalah.
Karena memang begitu takdirnya.

Minggu, 12 April 2015

Sebentar saja



Aku sadar benar dengan konsekuensi yang akan aku dapatkan nantinya.
Tapi biarlah aku egois sebentar, hanya untuk merasakan bagaimana rasanya digenggam.
Lalu setelahnya aku akan dihempaskan begitu saja.
Aku sadar dari semua ini aku akan mendapatkan luka yang paling dalam.
Karena dilihat dari sudut manapun aku tetap salah.
Digenggam, lalu akan mulai longgar hingga akhirnya dilepaskan..
Yahh begitulah akhirnya nanti..
Jadi sebelum aku menangis dan terluka biarkan aku tersenyum sebentar saja
Dan meminjam bahumu untuk bersandar sebentar,

Sabtu, 11 April 2015

Surat Untuk Mbak



Mbak kamu gak perlu ngomong apa-apa, cukup dengerin saya ngomong aja.

Mbak gak perlu salah paham sama saya, saya gak punya hubungan apa-apa sama dia. Kita hanya sebatas teman saja. Dia pasti udah pernah cerita tentang saya, ya saya dulu pernah punya hubungan dekat dengan dia, tapi itu dulu mbak. Semuanya udah lama berakhir. Saya sudah lama berhenti berharap sama dia mbak, jauh sebelum hubungan kita berakhir. Mbak tenang aja saya gak akan ganggu hubungan mbak sama dia. Saat ini saya hanya menganggap dia sebagai teman saja, enggak lebih mbak. Saya tau perasaan mbak kayak apa tau pacarnya berhubungan sama mantannya, aku juga pernah ngerasain hal seperti itu, itu wajar mbak, tapi saya cuma minta pengertian mbak aja. Memangnya mbak gak pernah berhubungan lagi dengan mantan mbak setelah putus?? Pasti pernah kan mbak dalam bentuk apapun.
Sudah tak menjalani hubungan special dengan dia bukan berarti saya gak bisa berhubungan sebagai teman mbak. Hubunganku dulu sama dia gak sebentar mbak. 3 tahun cukup untuk buatku mengenal dia dan dia cukup mengenal saya. Bukan, bukan, bukan hanya cukup mbak tapi di dia, saya bisa menjadi diri saya sendiri mbak. Itu alasan kenapa saya masih menjaga hubungan baik dengannya. Mungkin iya status sekarang berubah mbak, tapi bukan berarti silaturahmi kita juga putus. 

Mbak gak ada alasan buat saya untuk merebut dia dari mbak. Tak ada alasan lagi saya kembali padanya mbak. Semuanya sudah berakhir. Tapi satu mbak sampai saat ini saya belum menemukan seseorang yang membuat saya nyaman seperti dia. Tapi mbak tenang saja, saya benar-benar sudah tak ada lagi perasaan apa pun sama dia selain sebatas teman. Tapi saya menyebutnya sahabat mbak.

Mbak, kalau saya mau saya bisa membuat dia kembali lagi sama saya. Tapi saya gak mau mbak. Karena sekeras apapun saya mencoba membangun rasa buatnya, perasaanku tak kan pernah bisa kembali padanya lagi. 

Banyak hal yang mbak gak tau tentang saya, kecuali tentang hal yang mungkin dia ceritakan kepada mbak. Dan saya juga gak akan menceritakan itu sama mbak. Itu sebuah masalalu saya yang tak meninggalkan kesan bahagia. Jadi saya cuma minta pengertian mbak saja, tak usah terlalu berburuk sangka kepada saya, saya gak akan merebut dia dari mbak. Percayalah sama dia. 

Tolong, saya minta empati mbak. Biarkan saya meminjam perhatian dan peduli dia sebentar saja ketika saya lelah berperan menjadi diri saya, karena saat itu saya ingin menjadi diri saya sendiri, saya ingin melepas wajah saya yang saya paksakan. Karena setidaknya masih ada sedikit rasa percaya yang saya berikan kepada dia mbak sebelum saya kehilangan seluruh percayaku padanya, tapi saya harap tidak demikian.

Saya minta maaf mbak, jika kehadiran saya telah menyakiti perasaan mbak. Menjadi pemicu pertengkaran diantara kalian. Tapi sebenarnya saya tak pernah berniat untuk seperti itu. Percayalah mbak.

Terimakasih mbak sudah mau mendengarkan saya yang enggak jelas ini, maaf sudah membuang waktu mbak. Sampai jumpa lain waktu mbak, jika Allah mengijinkan kita untuk berjumpa.. :) :)

Seseorang yang tak pernah tepat waktunya

Arum


note :
surat ini saya buat beberapa bulan yang lalu ketika pacar teman saya marah-marah karena saya menghubungi pacarnya.

Rabu, 07 Januari 2015

Sampai Nanti



Tolong sampaikan ini pada yang telah pergi.

Sampai nanti.
Sampai ketika langkah kakimu telah lelah mencari, lantas kau kembali. Menjeritkan keinginan untuk tinggal sekali lagi. Sesuka hatimu saja, jika ingin kembali, maka kembalilah, dan aku yang pergi. Sampai nanti.
Sampai ketika matamu nanar, mengatakan yang kau lakukan tidaklah benar. Sayangnya, aku sudah bosan setiap kali kau enggan disalahkan. Kau memang selalu benar, ketika dulu mengatakan semua ini telah kelar. 

Sampai nanti.
Sampai ketika kepergianmu menyesalkan inginmu. Mengapa, ternyata dia tak inginkan kamu? Lantas dengan kembali, kau pikir aku masih inginkan kamu? Maaf telah mengecewakanmu. Sampai nanti.
Sampai ketika kau katakan, ternyata hanya aku yang kau butuhkan, dan kepergianmu dulu adalah sebuah kesalahan. Lebih baik kita tak perlu mengulang kesalahan. Sampai nanti.
Tolong sampaikan ini pada yang ingin kembali.

Sampai nanti.
Sampai Tuhan mengatakan kau adalah yang dikirimkan olehNya untuk menemani.
Sampai Tuhan mengatakan sesungguhnya ada restu dariNya di dalam kepulanganmu. Sampai nanti.

Rabu, 31 Desember 2014

Complicated #1



Sampai saat ini aku masih tak mengerti kenapa aku bisa dihakimi massa seperti itu. Aku sadar aku salah, tapi haruskah dihakimi seperti itu? Entahlah, selalu tak ada jawaban yang kutemukan setiap memikirkannya.

Mungkin prinsip dia selalu benar dan aku selalu salah itulah jawaban yang aku paksa yakini selama ini. Tapi sebenarnya aku tak pernah tau apakah semua itu benar-benar kesalahanku, atau hanya dijadikan sebuah alasan agar bisa disalahkan?

Mengingat semua itu hanya menghadirkan aliran air di pelupuk mata. Membuka luka yang sangat menganga. Salah satu cobaan yang memberikan rasa sakit terhebat dalam perjalananku. Tapi aku bisa apa? Karna aku dipaksa menjadi satu-satunya objek yang dipersalahkan atas semua hal yang menimpa dirinya…

Berat rasanya, dicaci maki semua orang dari mulai keluarganya, temannya, hingga semua orang yang mengenal dirinya. Seolah-olah aku ini manusia paling menjijikkan didunia ini. Dihakimi sebagai peselingkuh padahal saat aku memulai hubungan dengan orang lain aku sudah tak menjalin hubungan dengannya.

Yahh, aku sudah putus dengannya saat aku mulai dekat dengan seseorang. Aku diputus tepatnya. Dengan alasan aku sudah tak bisa lagi mengerti dia. Bagaimana aku bisa mengerti dia jika setiap aku ingin mencoba mengerti dia, dia tak pernah mau terbuka dan jujur sama aku. 2 bulan digantung tanpa sebuah kejelasan membuatku semakin lama kehilangan rasa, kehilangan respect, dan kehilangan kepercayaan padanya. Setiap kali meminta penjelasan yang kudapat hanya sebuah alasan-alasan kebohongan yang dia berikan. Setiap kali mencoba untuk tetap mempertahankan hubungan ini, hanya air mata dan kemudian kekecewaan karna aku tak mampu memahami dia lagi. Setiap kali mencoba bertanya hanya jawaban-jawaban gak jelas yang kudapatkan. Bagaimana aku bisa tetap percaya padanya kalau apa yang dia berikan Cuma alasan-alasan saja? Bagimana aku bisa tetap memperjuangkannya kalau dia saja tak mau diperjuangkan dan lebih memilih menghidar dariku? Sakit. Aku tak mengenal dia lagi. Dia berubah. Dia menghindar. Dan aku kecewa, semakin kecewa, dan terlalu kecewa.

Lalu menurutmu seberapa besar luka yang kamu taburkan diatas luka yang lalu? Bagaimana bisa kalau luka itu hanya kecil tapi bisa menghilangkan seluruh perasaanku padamu? Saat setiap hari kamu membohongiku saat itu juga kekecewaanku semakin menumpuk setiap harinya. Dan setiap hari itu pula aku kehilangan kepercayaanku padamu. Hingga aku mulai memutuskan untuk berhenti peduli padamu. Aku mulai lelah terhadapmu dan akhirnya akupun menyerah. Benar-benar menyerah padamu. Aku lelah berjuang sendirian. Aku sakit sudah tak pernah dianggap lagi. Disia-siakan begitu saja.

Dan aku mulai berfikir untuk melindungi perasaanku sendiri, berusaha membuatnya agar tak sakit lagi. Ya, aku mulai bersikap cuek, bersikap terserahlah. Karna aku sudah tak sanggup lagi menahannya. Dan aku hanya terluka sendiri nantinya.
Hingga akhirnya mungkin dia mulai merasakan perbedaanku, tapi semuanya sudah telambat buatku. Aku sudah kokoh dengan prinsip cuekku itu. Aku sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit yang menumpuk-numpuk itu. Lalu pertengkaran-pertengkaran hebat mulai menghiasi setiap harinya. Sifat egoisku ditambah sifat egoisnya semakin menambah bumbu masalah, dan tiba-tiba masalahpun menjadi semakin rumit dengan sendirinya.

Ternyata ditinggalkan berminggu-minggu dengan alasan yang menurutku gak jelas telah mengubahku menjadi orang yang tak mau tau lagi. Sebodo amat dengan alasan-alasan itu. Semakin membekukan hati. Hingga benar-benar beku dan sulit untuk luluh.

Akhirnya malam itu, 15 September 2013 dia memutuskan mengakhiri segalanya. Dia menyerah dengan hubungan ini. Tentu saja aku menerimanya tanpa sedikit pun protes. Ya karna memang sudah tak ada lagi perasan yang tersisa buatnya. Dan bahkan berakhirnya hubungan ini tanpa ada air mata yang muncul dipipiku. Sepertinya aku pun sudah menyiapkan perasaanku jika hal ini terjadi. Mungkin karena aku sudah mati rasa jadi rasanya yaa biasa aja, enggak sakit.