Sabtu, 12 September 2015

Karena aku hanya ingin kamu tempatku pulang.

Aku mohon nona, jangan bertingkah kamu itu wanita yang hebat yang rela membiarkan lelaki yang kau cintai bersanding dengan wanita lain hanya karena kau tak ingin melihat wanita lain terluka.
Tolong jangan berpura-pura tegar.
Egoislah!
Aku juga ingin kamu perjuangkan.
Yang aku ingin itu kamu, bukan dia.
Jadi tetaplah berjalan di sampingku nona, biarkan aku menggenggam tanganmu, atau setidaknya kamu yang menggenggam lenganku ketika kedua tanganku tak bisa menggengam tanganmu.
Tetaplah disisiku. Karena hanya di bahumu aku ingin bersandar. Hanya di pelukanmu aku ingin melepaskan segala perasaan yang kumiliki.
Karena aku hanya ingin kamu tempatku pulang.


Bantul | 25 Agustus 2015

Selasa, 08 September 2015

Tamu di rumahmu

Aku tak kan pernah bisa bersaing dengannya, hingga kemudian menjadi yang utama buatmu menggantikan dia.
Aku hanya bisa berdiri di teras rumahmu sementara dia, dia telah hidup lama di rumahmu.
Jika aku bertamu, kamu memang menyambutku, memperlakukanku dengan baik sebagaimana kamu memperlakukan tamumu yang lain.
Namun ketika dia yang datang bertamu kamu pun menyambutnya dengan baik sama seperti kamu menyambutku dan memperlakukanku.
Yang berbeda hanya binar matamu ketika itu aku dan ketika itu dia.
Kamu selalu tersenyum lebih sering dan lebih lebar ketika itu dia.
Matamu selalu lebih bercahaya jika melihat dia.
Melihatmu menyambutnya seperti itu, aku tergugu. Menahan sakit. Aku iri. Aku ingin kamu memiliki binar seperti itu ketika menyambutku, tersenyum lebih lepas dan lebih sering ketika bercanda denganku.


Bantul | 25 Agustus 2015

Rabu, 24 Juni 2015

Bukan cinta pada pandangan pertama

Aku tak pernah percaya cinta pada pandangan pertama.
Yang ku tahu cinta memang bisa jatuh begitu saja, kapan saja, dan pada siapa saja begitupun denganku.
Tapi cintaku tak pernah jatuh pada pandangan pertama.
Entah jatuh pada pandangan keberapa atau pada ribuan kata yang menguap karena perbincangan kita, pada pertemuan yang tak terhitung jumlahnya, hingga pertengkaran yang terjadi diantara kita.
Cinta itu hadir begitu saja dan tanpa di sadari aku telah jatuh ke dalamnya, ke dalam rutinitas kita.

Random #5 Pergilah

R : Pergilah kalau mau pergi, sepertinya dia benar-benar membutuhkanmu.

F : Enggak ahh aku kan lagi pergi sama kamu.

R : Aku gapapa kok, yukk anterin aku pulang dulu.

F : Ngomong apa sih? enggak ahh orang belum makan juga kok pulang.

R : Yukk buruan mumpung belum malam banget..

F : Tapi Re....

R : Yukk pulang, mumpung masih sampai parkiran belum masuk ke dalam. Aku gapapa.

F : Bohong.

R : Beneran aku gapapa.

F : Dari matamu aku pun tau kamu kenapa-kenapa Re, gak perlu bohong. Aku gak akan kemana-mana. Aku disini sama kamu.

R : Aku gak mau jalan sama orang yang raganya disini tapi pikirannya telah menyeberangi lautan dan hatinya cemas tak karuan. Gak perlu bilang “aku gak cemas kok” apa “pikiranku disini kok”. Karena beberapa menit yang lalu aku tau dari sorot matamu bahwa kamu sudah tak disini.

F : Re..

R : Apa kamu yakin kalau aku bilang jangan pergi kamu gak bakal kesana? Sekarang atau nanti ketika kita sudah pulang kamu pasti akan segera kesana kan? Jadi apa bedanya sekarang sama nanti?

Pergilah, aku tak mau membebanimu dengan kata-kata jangan pergi. Karena aku tak punya hak seperti itu. Pergilah dia membutuhkanmu.

Kemudian kamu memelukku, “maafkan aku Re,,”. Aku hanya menganggukkan kepala di dalam pelukannya. “Pergilah, dia membutuhkanmu”. 
Kamu benar Fa, aku kenapa-kenapa. Hatiku pedih melihat raut wajahmu yang tiba-tiba berubah cemas ketika menerima telepon darinya, wanita yang pernah kau cintai sepenuhnya. Dia bilang dia sakit dan dia membutuhkanmu. Namun hatiku lebih tersayat lagi menyadari bahwa dia masih menjadi duniamu. Bukan aku. Aku masih belum sanggup mengalihkan duniamu. 
Hati-hati yaa,, nanti kalau sudah hubungi aku.” ucapku ketika baru saja sampai rumah. Aku masuk gerbang dan dia berlalu. Air mataku jebol. Aku terisak. Meski nyeri luar biasa, aku tetap tak bisa menghentikannya. Aku masih bukan siapa-siapanya.

Jogja | 24 Juni 2015 
Fiksi.


Sabtu, 20 Juni 2015

Makrab Gabungan 2014 (Part 2)

Lanjutin cerita di part sebelumnya, hari sudah mulai pagi dan ini hari kedua acara.. Lanjut ke tekapeh.


Baru satu setengah jam tidur ehh udah di oprak-oprak buat bangun sholat subuh, ngebanguninnya enggak lembut lagi dilemparin bunga kantil zzzz -_- emang gw apaan coba. Yaa akhirnya kita semua pun bangun buat sholat subuh.

Dengan cobaan mata sepet saya pun melanjutkan aktivitas saya sebagai panitia dan mengurusi anak-anak buah saya. Karena ini udah pagi dan niatnya pengen ngeliat sunrise ehh ternyata belum bisa karena belum bayar kekurangan sewa tempat -_-. Akhirnya saya berinisiatif membangunkan aspuri karena gak ada yang berani bangunin dia buat nanya gimana kelanjutan acara di pagi hari ini.

Sebelum bayar kekurangan kita selfie-selfie dulu di pagi hari dengan kantung mata yang enggak nahan banget ini. Mata panda tapi tetep gaya. haha







Setelah itu saya bersama bendahara senat Novi yang tak lain dan tak bukan juga anggota himakompak maka saya turun kebawah untuk menyelesaikan pembayaran. Kiran-kira jam 6 baru bisa masuk candi karena candinya baru di buka punah sudah keinginan ngeliat sunrise.

Pada sesi ini semua peserta bebas melakukan aktivitas dibatasi sampai jam 8 karena mau sarapan. Sebelum masuk candi peserta makrab melakukan olahraga pagi biar badan fresh.



*pas sesi bebas di candi




*pas sarapan


*pas kumpul bareng sama kaprodi





*pas sesi bebas kumpul per prodi dan alumni kebersamaan KA







*pas outbond
Disuatu siang yang sangat terik, iyalah tengah hari gitu matahari lagi ganas-ganasnya. 







Dan akhirnya serangkaian makrab gabungan pun selesei,, capek banget sumpah enggak bohong apalagi tidur Cuma 1,5 jam. Mata udah tinggal setengah watt.



Sekian diary makrab gabungan 2015 kali ini. Banyak cerita. Pengalaman baru. One of awesome event I ever do. Thanks gaess. 

Jumat, 19 Juni 2015

Random #4 harapan

Harapanku tak muluk-muluk :
Aku hanya ingin selalu melihat senyummu, meski bukan karenaku dan bukan untukku lagi.

Aku hanya ingin kamu bahagia, meski bukan aku lagi alasanmu berbahagia.
Aku ingin selalu mengingatmu, meski nantinya kamu akan melupakanku.

Aku ingin hubungan silaturahmi di antara kita tak pernah putus, meski rasa-rasa di antara kita telah lama layu kemudian mati.

Aku ingin walau hanya sekali saja kamu menengok ke arahku.
Melihat dengan jelas wajahku, senyumku, dan binar di kedua bola mataku yang tak pernah layu menunggumu. 

Disini pelukku menunggu minta di rengkuh.
Jemari tanganku membeku menunggu jemari tanganmu menggenggamnya.
Hatiku menjerit, meronta, memohon supaya kamu mendengarkan.

Sayang, maukah kamu duduk disini sebentar. Sekedar bercengkerama menikmati secangkir kopi bersamaku?



 Kost | 19 Juni 2015

Rabu, 17 Juni 2015

Akhirnya Aku Mengenali Rasa Itu.

Jika akhirnya apa yang kurasakan aku jatuh cinta padamu. Jangan salahkan aku, itu sepenuhnya hakku.
Pada akhirnya hatiku mengenali rasa nyaman itu sebagai sayang, mengenali rasa aneh yang tiba-tiba menyesakkan dada itu sebagai cemburu, mengenali debaran-debaran itu sebagi cinta.
Kamu tak perlu tau bahwa diam-diam aku jatuh hati padamu. Merindukanmu dari kejauhan. Setiap hari berharap bisa berpapasan denganmu hanya untuk melihat senyumanmu lalu kemudian kusimpan sebagai penyeimbang hariku. 
Aku mulai cemas ketika kita tak lagi bisa berbincang karena kehabisan cerita ketika mulai larut malam dan tanpa terasa mulai berganti hari. Walau terkadang aku lupa diri sampai dini hari masih mengajakmu berkirim pesan membahas berbagai hal sampai kau terlelap duluan dikamarmu yang nyaman.
Aku suka ketika kita mulai berbagi cerita, berbagi cemas, berbagi perhatian, berbagi keluh kesah, hingga saling ejek, saling bully, bahkan saling gombal pun. Dan biasanya aku yang selalu menang gombalin kamu, dan kamu selalu speechless tak bisa berkata apa-apa. Aku suka. Sungguh aku suka menggodamu sampai akhirnya saling tuduh pipi siapa yang merona. Ahh tentu saja pipiku yang paling sering merona tuan. 

Jogja, 21 Mei 2015