Rabu, 31 Desember 2014

Complicated #1



Sampai saat ini aku masih tak mengerti kenapa aku bisa dihakimi massa seperti itu. Aku sadar aku salah, tapi haruskah dihakimi seperti itu? Entahlah, selalu tak ada jawaban yang kutemukan setiap memikirkannya.

Mungkin prinsip dia selalu benar dan aku selalu salah itulah jawaban yang aku paksa yakini selama ini. Tapi sebenarnya aku tak pernah tau apakah semua itu benar-benar kesalahanku, atau hanya dijadikan sebuah alasan agar bisa disalahkan?

Mengingat semua itu hanya menghadirkan aliran air di pelupuk mata. Membuka luka yang sangat menganga. Salah satu cobaan yang memberikan rasa sakit terhebat dalam perjalananku. Tapi aku bisa apa? Karna aku dipaksa menjadi satu-satunya objek yang dipersalahkan atas semua hal yang menimpa dirinya…

Berat rasanya, dicaci maki semua orang dari mulai keluarganya, temannya, hingga semua orang yang mengenal dirinya. Seolah-olah aku ini manusia paling menjijikkan didunia ini. Dihakimi sebagai peselingkuh padahal saat aku memulai hubungan dengan orang lain aku sudah tak menjalin hubungan dengannya.

Yahh, aku sudah putus dengannya saat aku mulai dekat dengan seseorang. Aku diputus tepatnya. Dengan alasan aku sudah tak bisa lagi mengerti dia. Bagaimana aku bisa mengerti dia jika setiap aku ingin mencoba mengerti dia, dia tak pernah mau terbuka dan jujur sama aku. 2 bulan digantung tanpa sebuah kejelasan membuatku semakin lama kehilangan rasa, kehilangan respect, dan kehilangan kepercayaan padanya. Setiap kali meminta penjelasan yang kudapat hanya sebuah alasan-alasan kebohongan yang dia berikan. Setiap kali mencoba untuk tetap mempertahankan hubungan ini, hanya air mata dan kemudian kekecewaan karna aku tak mampu memahami dia lagi. Setiap kali mencoba bertanya hanya jawaban-jawaban gak jelas yang kudapatkan. Bagaimana aku bisa tetap percaya padanya kalau apa yang dia berikan Cuma alasan-alasan saja? Bagimana aku bisa tetap memperjuangkannya kalau dia saja tak mau diperjuangkan dan lebih memilih menghidar dariku? Sakit. Aku tak mengenal dia lagi. Dia berubah. Dia menghindar. Dan aku kecewa, semakin kecewa, dan terlalu kecewa.

Lalu menurutmu seberapa besar luka yang kamu taburkan diatas luka yang lalu? Bagaimana bisa kalau luka itu hanya kecil tapi bisa menghilangkan seluruh perasaanku padamu? Saat setiap hari kamu membohongiku saat itu juga kekecewaanku semakin menumpuk setiap harinya. Dan setiap hari itu pula aku kehilangan kepercayaanku padamu. Hingga aku mulai memutuskan untuk berhenti peduli padamu. Aku mulai lelah terhadapmu dan akhirnya akupun menyerah. Benar-benar menyerah padamu. Aku lelah berjuang sendirian. Aku sakit sudah tak pernah dianggap lagi. Disia-siakan begitu saja.

Dan aku mulai berfikir untuk melindungi perasaanku sendiri, berusaha membuatnya agar tak sakit lagi. Ya, aku mulai bersikap cuek, bersikap terserahlah. Karna aku sudah tak sanggup lagi menahannya. Dan aku hanya terluka sendiri nantinya.
Hingga akhirnya mungkin dia mulai merasakan perbedaanku, tapi semuanya sudah telambat buatku. Aku sudah kokoh dengan prinsip cuekku itu. Aku sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit yang menumpuk-numpuk itu. Lalu pertengkaran-pertengkaran hebat mulai menghiasi setiap harinya. Sifat egoisku ditambah sifat egoisnya semakin menambah bumbu masalah, dan tiba-tiba masalahpun menjadi semakin rumit dengan sendirinya.

Ternyata ditinggalkan berminggu-minggu dengan alasan yang menurutku gak jelas telah mengubahku menjadi orang yang tak mau tau lagi. Sebodo amat dengan alasan-alasan itu. Semakin membekukan hati. Hingga benar-benar beku dan sulit untuk luluh.

Akhirnya malam itu, 15 September 2013 dia memutuskan mengakhiri segalanya. Dia menyerah dengan hubungan ini. Tentu saja aku menerimanya tanpa sedikit pun protes. Ya karna memang sudah tak ada lagi perasan yang tersisa buatnya. Dan bahkan berakhirnya hubungan ini tanpa ada air mata yang muncul dipipiku. Sepertinya aku pun sudah menyiapkan perasaanku jika hal ini terjadi. Mungkin karena aku sudah mati rasa jadi rasanya yaa biasa aja, enggak sakit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar