Sampai saat ini aku
masih tak mengerti kenapa aku bisa dihakimi massa seperti itu. Aku sadar aku
salah, tapi haruskah dihakimi seperti itu? Entahlah, selalu tak ada jawaban
yang kutemukan setiap memikirkannya.
Mungkin prinsip dia
selalu benar dan aku selalu salah itulah jawaban yang aku paksa yakini selama
ini. Tapi sebenarnya aku tak pernah tau apakah semua itu benar-benar
kesalahanku, atau hanya dijadikan sebuah alasan agar bisa disalahkan?
Mengingat semua itu
hanya menghadirkan aliran air di pelupuk mata. Membuka luka yang sangat
menganga. Salah satu cobaan yang memberikan rasa sakit terhebat dalam
perjalananku. Tapi aku bisa apa? Karna aku dipaksa menjadi satu-satunya objek
yang dipersalahkan atas semua hal yang menimpa dirinya…
Berat rasanya, dicaci
maki semua orang dari mulai keluarganya, temannya, hingga semua orang yang
mengenal dirinya. Seolah-olah aku ini manusia paling menjijikkan didunia ini.
Dihakimi sebagai peselingkuh padahal saat aku memulai hubungan dengan orang lain
aku sudah tak menjalin hubungan dengannya.
Yahh, aku sudah putus
dengannya saat aku mulai dekat dengan seseorang. Aku diputus tepatnya. Dengan
alasan aku sudah tak bisa lagi mengerti dia. Bagaimana aku bisa mengerti dia
jika setiap aku ingin mencoba mengerti dia, dia tak pernah mau terbuka dan
jujur sama aku. 2 bulan digantung tanpa sebuah kejelasan membuatku semakin lama
kehilangan rasa, kehilangan respect, dan kehilangan kepercayaan padanya. Setiap
kali meminta penjelasan yang kudapat hanya sebuah alasan-alasan kebohongan yang
dia berikan. Setiap kali mencoba untuk tetap mempertahankan hubungan ini, hanya
air mata dan kemudian kekecewaan karna aku tak mampu memahami dia lagi. Setiap
kali mencoba bertanya hanya jawaban-jawaban gak jelas yang kudapatkan. Bagaimana
aku bisa tetap percaya padanya kalau apa yang dia berikan Cuma alasan-alasan
saja? Bagimana aku bisa tetap memperjuangkannya kalau dia saja tak mau
diperjuangkan dan lebih memilih menghidar dariku? Sakit. Aku tak mengenal dia
lagi. Dia berubah. Dia menghindar. Dan aku kecewa, semakin kecewa, dan terlalu
kecewa.
Lalu menurutmu seberapa
besar luka yang kamu taburkan diatas luka yang lalu? Bagaimana bisa kalau luka
itu hanya kecil tapi bisa menghilangkan seluruh perasaanku padamu? Saat setiap
hari kamu membohongiku saat itu juga kekecewaanku semakin menumpuk setiap
harinya. Dan setiap hari itu pula aku kehilangan kepercayaanku padamu. Hingga
aku mulai memutuskan untuk berhenti peduli padamu. Aku mulai lelah terhadapmu
dan akhirnya akupun menyerah. Benar-benar menyerah padamu. Aku lelah berjuang
sendirian. Aku sakit sudah tak pernah dianggap lagi. Disia-siakan begitu saja.
Dan aku mulai berfikir
untuk melindungi perasaanku sendiri, berusaha membuatnya agar tak sakit lagi.
Ya, aku mulai bersikap cuek, bersikap terserahlah. Karna aku sudah tak sanggup
lagi menahannya. Dan aku hanya terluka sendiri nantinya.
Hingga akhirnya mungkin
dia mulai merasakan perbedaanku, tapi semuanya sudah telambat buatku. Aku sudah
kokoh dengan prinsip cuekku itu. Aku sudah mulai terbiasa dengan rasa sakit
yang menumpuk-numpuk itu. Lalu pertengkaran-pertengkaran hebat mulai menghiasi
setiap harinya. Sifat egoisku ditambah sifat egoisnya semakin menambah bumbu
masalah, dan tiba-tiba masalahpun menjadi semakin rumit dengan sendirinya.
Ternyata ditinggalkan
berminggu-minggu dengan alasan yang menurutku gak jelas telah mengubahku
menjadi orang yang tak mau tau lagi. Sebodo amat dengan alasan-alasan itu.
Semakin membekukan hati. Hingga benar-benar beku dan sulit untuk luluh.
Akhirnya malam itu, 15
September 2013 dia memutuskan mengakhiri segalanya. Dia menyerah dengan
hubungan ini. Tentu saja aku menerimanya tanpa sedikit pun protes. Ya karna
memang sudah tak ada lagi perasan yang tersisa buatnya. Dan bahkan berakhirnya
hubungan ini tanpa ada air mata yang muncul dipipiku. Sepertinya aku pun sudah
menyiapkan perasaanku jika hal ini terjadi. Mungkin karena aku sudah mati rasa
jadi rasanya yaa biasa aja, enggak sakit.